Awake Brain Surgery: Pengertian dan Kontraindikasi

Pengertian Awake Surgery
Awake brain surgery atau biasa disebut awake craniotomy adalah sebuah prosedur pembedahan yang dilakukan pada otak ketika pasien bangun atau sadar. Prosedur ini diperlukan untuk menangani beberapa kondisi seperti pada tumor dan epilepsy. Ketika tumor terdapat pada area penting dan utama bagian otak seperti area yang mengontrol penglihatan, pergerakan, fungsi berbicara, maka pasien sebaiknya tetap sadar atau bangun ketika dioperasi agar fungsi – fungsi tersebut tetap dapat dievaluasi selama operasi.
src: detik.com
Kontraindikasi yang harus diketahui adalah seperti adanya gagal jantung, trimester ketiga kehamilan, usia pasien sebaiknya tidak lebih atau kurang dari 9-90 tahun
Awake brain surgery membutuhkan koordinasi, teamwork, dan komunikasi antara tim bedah saraf dengan tim anestesi (dokter ahli pembiusan). Sebelum dilakukan operasi, dokter akan mengevaluasi apakah awake brain surgery cocok untuk pasien. Setelah dikatakan sesuai, dokter akan menjelaskan tentang prosedur, kelebihan dan kekurangan serta resiko awake brain surgery.
Kelebihan :
- Dapat membantu mengangkat tumor secara aman dan lebih masif
Resiko :
- Perdarahan
- Pembengkakan otak
- Kerusakan jaringan otak
- Kematian
Pada saat operasi, dokter anastesi/bius, akan memberikan obat yang membuat pasien mengantuk dan menambahkan obat untuk menghilangkan rasa nyeri agar pasien merasa nyaman. Selama prosedur awake brain surgery, kepala pasien akan diletakkan pada posisi fix agar tidak bergerak. Jika lokasi tumor dekat dengan pusat penglihatn, bahasa atau pergerakan, maka dokter bedah syaraf akan melakukan pemetaan pada otak terlebih dahulu dengan alat monitoring khusus. Ini dilakukan untuk menghidari area-area tersebut. Kesuksesan prosedur operasi ini sebagian besar tergantung pada pemberian anti nyeri yang adekuat pada scalp (Kulit Kepala), jika tidak maka pasien akan merasa nyeri dan menjadi kurang koperatif.
Ketika pasien dilakukan tindakan awake brain surgery, pada umumnya jaringan tumor akan lebih banyak yang diambil daripada dilakukan prosedur operasi yang biasa karena adanya pemetaan dan evaluasi langsung selama operasi sehingga dokter dapat menilai keamanan operasi dan dapat lebih berani memutuskan pengambilan jaringan yang sakit. Namun tetap saja prosedur ini tidak bisa berdiri sendiri, tetap dibutuhkan tindakan lain seperti kemoterapi dan radioterapi untuk membantu menghancurkan jaringan tumor yang tersisa.
Resi Prastikarunia, Irwan Barlian Immadoel Haq, Rahadian Indarto Susilo, Joni Wahyuhadi
Departemen Bedah Saraf, RSUD dr. Soetomo Surabaya
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga